Aku Bodoh (Episode 5)

September 27, 2017
Cerita ini merupakan sambungan dari cerita Aku Bodoh episode sebelumnya.

Hari demi hari telah terlewati, dan pada suatu saat sekolahku mengadakan turnamen futsal antar kelas. Sebenarnya acara ini cukup menarik, begitulah anggapan kakak-kakak kelas di sini. Sebenarnya aku pun malas mengikuti turnamen futsal ini. Aku mana bisa main futsal? Daripada malu-maluin lebih baik tidak usah ikut sekalian. Namun dengan jumlah kuota tim 10 orang tetapi jumlah cowok di kelasku ada 6 orang mau bagaimana pun aku harus ikut turnamen ini, meskipun hanya sebagai pelapis saja. Suatu hari kelasku mengadakan rapat  membahas turnamen ini yang akan segera berlangsung. David, sang ketua kelasku membuka rapat dengan meminta masukan kepada teman-teman sekelas. "Apa ada yang punya masukan untuk tim kita dalam persiapan turnamen ini?," tanya David membuka pembicaraan. "Aku rasa tidak ada Vid, kita kirimkan saja 6 orang untuk turnamen ini. Memang kan begini keadaannya, kelas kita cuma punya 6 cowok. Masa yang 4 mau pinjam ke kelas lain?," usul Robet salah satu teman sekelasku juga. Tetapi tiba-tiba si Boy mengancungkan tangan hendak memberikan usulannya. "Pasti dia mau mempermalukan aku lagi di depan teman-teman sekelas," pikirku penuh curiga. "Saya mau usul pak ketua!," ujar Boy. "Silahkan Boy," jawab David. "Saya rasa kita hanya perlu membawa 5 pemain saja dalam turnamen ini," ucap Boy memulai usulannya. "Loh? Mengapa begitu? Bukannya jika kita mengirim 5 orang saja kita tidak punya pemain cadangan?," David mulai bertanya-tanya. "Buat apa ngandelin pemain cadangan payah kayak si Andi ini, percuma saja! Dimasukin di babak kedua pun tak pengaruh apa-apa buat tim kita. Dia bakal jadi pemain yang tidak berguna!," jawab Boy dengan ketusnya. "Hei! Tolong jaga bicaramu itu! Kau telah menghinaku di hadapan teman-teman sekelas. Memang siapa kau ini? Jangan sok bisa futsal deh! Belum jadi pemain profesional aja sombongnya minta ampun!," jawabku penuh kemarahan. "Hahaha lucu.. daripada kau? Nendang bola saja tidak bisa! Puh dasar payah!," ucap Boy  sambil tertawa keras. Aku ingin memukul wajahnya saat itu, tetapi Reza kembali menahanku. "Sudah cukup, tak perlu kau ladenin lagi," ucap Reza menenangkanku. David pun juga menenangkan keributan ini. "Sudah, sudah tak ada gunanya kalian ribut begini, lebih baik kita pikirkan apa yang harus kita persiapkan untuk turnamen ini. Aku sudah putusin  untuk tetap mendaftarkan 6 pemain. Jadi aku mohon maaf Boy usulanmu aku tolak," ucap David. Boy begitu kecewa dan meninggalkan kelas tanpa sepatah katapun.

Suatu hari kami mengadakan latihan dalam persiapan menghadapi turnamen ini. Tetapi latihan ini sungguh tak menyenangkan bagiku. Bagaimana tidak, Boy terus dan terus saja menghinaku dalam latihan ini. "Sedari kemarin gua udah gak setuju si Andi bergabung di tim ini. Kalian lihat saja kan? Dia gak bisa sama sekali main futsalnya, nendang bola pun kayak nendang angin. Hahaha," ucapnya sembari tertawa. "Kau sudah keterlaluan Boy!" (aku bersiap menampar wajahya, tetapi tangan Reza kembali menahanku. "Lu mau nampar gua? Yakin lu berani? Cowok penakut kayak lu mana mungkin berani nampar orang. Paling cuma ngomong di mulut doang," Bot membalas ucapanku. Tiba-tiba Reza mengajakku ke pinggir lapangan dan berbicara kepadaku. "Tak ada orang bodoh di dunia ini. Mungkin saat ini kau dianggap bodoh dan payah,  tetapi kalau kamu mau mengubah ejekan orang menjadi sebuah pujian aku siap membantumu mewujudkannya," ucap Reza penuh arti. "Aku ga ngerti maksudmu Za," ucapku penuh tanda tanya. "Aku akan mengajarimu teknik dasar bermain futsal. Mungkin ini tidak akan membuatmu menjadi pemain profesional, tetapi setidaknya kau tidak akan direndahkan dalam pertandingan kelak," jawab Reza. Aku begitu senang Reza menawarkan hal itu kepadaku. "Kamu memang sahabat terbaikku, 1000 teman sekalipun tanpa adanya kamu sama aja aku gak punya teman sama sekali. Cuma kamu yang bisa ngertiin aku saat ini. "Demi kelas ini aku berjanji akan tampil baik dalam pertandingan besok," ucapku kepada Reza. "Nah gitu dong. Semangat! Pantang mundur sebelum menang. Kita sama-sama berjuang demi kelas ini," kata Reza memotivasiku.

Reza pun mengajariku teknik dasar bermain futsal. Perlahan tapi pasti aku mulai bisa menerapkannya. Setidaknya aku bisa sedikit-sedikit bermain futsal berkat Reza. Dan tiba saatnya turnamen di mulai, namun... (bersambung)

Subscribe My Blog

Comments

*Sampaikan komentar anda secara sopan
*Jangan menggunakan link aktif saat berkomentar
*Dilarang spam
*Komentar yang menyinggung SARA pasti tidak lolos moderasi